Sen,9 Sep2013 pada 10:40
10:40
Tugas Artikel tentang Hukum Bisnis dan Etika Bisnis
DARI Tri Witmi Lestari KEPADA Anda
ARTIKEL TENTANG HUKUM BISNIS
Permasalahan di
seputar Kawasan Ekonomi Khusus
UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
yang pada Pasal 31 telah menyebutkan adanya pengaturan Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) sebagai bagian dari kegiatan penanaman modal di Indonesia. Cikal bakal
dari kegiatan KEK sudah ada dengan diundangkannya UU tentang Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas. Selain itu praktek yang mengarah kepada kegiatan KEK sudah
ada dengan ditandatanganinya MOU antara Pemerintah RI dan Pemerintah Singapura,
dengan menjadikan Batam, Bintan dan Karimun (BBK) sebagai proyek percontohan.
Walaupun sudah ada proyek percontohan dan ada beberapa instrument
pengaturannya, tetapi untuk mengatur masalah KEK sebagai bagian dari kegiatan
investasi memerlukan kajian hukum yang lebih komprehensif, sehingga nantinya
kegiatan KEK sebagai bagian dari kegiatan penanaman modal mempunyai arti yang
signifikan dengan kegiatan penanaman modal di Indonesia.
Pendahuluan
UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah
diundangkan pada tanggal 26 April 2007 dan dalam salah satu bab yang diatur
pada Bab XIV yaitu tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagaimana diatur
dalam Pasal 31. UU No 25 Tahun 2007 tidak memberikan penjelasan resmi tentang
makna hukum dalam KEK tersebut, tapi dalam pelaksanaannya isu seputar KEK telah
bergulir sebelum permasalahan KEK diatur dalam UU No 25 Tahun 2007. Hal ini
dapat dilihat pada tanggal 25 Juni 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
melakukan penandatanganan kerja sama pembentukan Special Economic Zone
(SEZ) bersama Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Turi Beach Resort.
Jadi sebelum pengaturan KEK tersebut, sebenarnya cikal bakal terbentuknya KEK
sudah dilakukan oleh Pemerintah RI dengan Pemerintah Singapora. Jadi dengan
pengaturan KEK dalam UU No 25 Tahun 2007 merupakan salah satu justifikasi atau
legalitas KEK dalam UU No 25 Tahun 2007 atau dalam RUU KEK di masa mendatang.
Keinginan pemerintah untuk merealisir KEK juga diungkapkan Wapres Jusuf
Kalla[1],
bahwa gagasan memperjelas KEK di beberapa daerah yang diprediksi potensial
menjadi industrial cluster sesuai dengan kapasitas kawasan
masing-masing, yakni sesuai dengan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Amanat pembentukan KEK dalam UU sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 31 ayat (3) UU No 25 Tahun 2007, telah dilakukan
pemerintah dengan disiapkannya Naskah Akademis dan Draft RUU tentang Kawasan
Ekonomi Khusus[2].
Bahkan dalam Program Legislasi Nasional tahun 2008, RUU KEK merupakan salah
satu di antara 31 RUU yang akan menjadi prioritas pembahasan RUU antara
Pemerintah dan DPR pada tahun anggaran 2008.[3]
Upaya pemerintah untuk mengembangkan daerah
tertentu sebagai bagian dari KEK pernah diungkapkan oleh Menteri Perdagangan RI
Mari Pangestu dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR-RI[4].
Pembentukan KEK merupakan upaya pemerintah untuk mempercepat peningkatan ekspor
dan investasi diperlukan berbagai kebijakan khusus. Hal ini juga sebagai upaya
untuk menandingi negara pesaing utama seperti RRC[5],
Vietnam, Malaysia dan Thailand. Kebijakan khusus dimaksud dalam bentuk
fasilitas khusus di bidang perpajakan, kepabeanan, infrastruktur pendukung,
kemudahan perijian, keimigrasian dan ketenagakerjaan.
Selama ini ada beberapa bentuk atau kluster yang
berhubungan dengan kawasan pengembangan perekonomian, seperti :
- Kawasan Industri (Keputusan Presiden No 41 Tahun 1996)
- Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu/KAPET (Keputusan Presiden No 150 Tahun 2000)
- Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.(UU No 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas)
- Tempat Penimbunan Berikat (PP No 33 Tahun 1996) dalam bentuk :
- Kawasan Berikat dan Kawasan Berikat Plus;
- Gudang Berikat;
- Entrepot Untuk Tujuan Pameran;
- Toko Bebas Bea, dan
- Kawasan Ekonomi Khusus (Bab XIV UU No 25 Tahun 2007).
Bagi pemerintah sendiri keinginan untuk
mengembangkan suatu kawasan ekonomi khusus ada hubungannya dengan kegiatan
investasi pada umumnya, hal ini dapat dilihat dari tujuan pengembangan KEK,
yaitu :
- peningkatan investasi;
- penyerapan tenaga kerja;
- penerimaan devisa sebagai hasil dari peningkatan ekspor;
- meningkatkan keunggulan kompetitif produk ekspor;
- meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayanan dan kapital bagi peningkatan ekspor;
- mendorong terjadinya peningkatan kualitas SDM melalui transfer teknologi.
Maksud pengembangan KEK, antara lain:[6]
- Memberi peluang bagi peningkatan investasi melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan dan siap menampung kegiatan industri, ekspor impor serta kegiatan ekonomi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi;
- Meningkatkan pendapatan devisa bagi negara melalui perdagangan internasional; dan
- Meningkatkan kesempatan kerja, kepariwisataan dan investasi.
Selain itu fungsi dari diadakannya KEK, antara
lain:[7]
- menjadi pusat kegiatan ekonomi dan terkait dengan wilayah pengembangan lainnya;
- harus mampu memberikan manfaat bagi kawasan lain;
- KEK bukan merupakan kawasan tertutup sehingga memberikan efek ganda terhadap perekonomian lokal;
- Harus dapat mendorong pertumbuhan industri pendukung di sekitar kawasan.
Bagi kalangan investor asing, pentingnya masalah
legalitas akan menjadi ujung tombak bagi keberhasilan pengelolaan suatu
kawasan. Biasanya calon investor akan melakukan perhitungan matematis dan
perhitungan bisnis bila mereka melakukan suatu kegiatan bisnis pada suatu
kawasan. Kepentingan para investor dapat termotivasi apabila kawasan
perdagangan tersebut mempunyai pengakuan hukum (legal recognition) ke
luar atau ke dalam.
Permasalahan
Amanat untuk pembentukan RUU KEK telah digariskan
dalam Pasal 31 ayat (3) UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan menjadi
salah satu RUU yang diprioritaskan pada tahun 2008. Apakah mudah untuk menyusun
draft RUU KEK, mengingat banyak kepentingan antar instansi pemerintah yang
harus diatur dalam RUU KEK tersebut.
Hal mendasar yang berhubungan dengan KEK yaitu
kedudukan KEK sebagai bagian kawasan khusus, karena saat ini sudah ada kawasan
khusus yang bernama Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free
Trade Zone), apakah KEK sebagai bagian dari FTZ atau FTZ sebagai bagian
dari KEK atau KEK dan FTZ adalah dua kawasan khusus yang berbeda. Hal ini bisa
dilihat dari sejumlah berita di media massa yang masih mencampuradukan antara
KEK dan FTZ.
Di sisi lain pemerintah pusat telah menunjuk
daerah Batam, Bintan dan Karimun sebagai percontohan daerah yang akan dijadikan
kawasan ekonomi khusus. Hal ini sesuai dengan adanya kerjasama antara
Pemerintah RI dan Pemerintah Singapura pada Juni 2006 yang lalu. Untuk
menindaklanjuti MOU tersebut pemerintah telah mengundangkan PP No 46, 47 dan 48
Tahun 2007 tentang Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan
Karimun. Tentu untuk menindaklanjuti kerjasama tersebut diperlukan aturan
pelaksanaannya, baik aturan teknis ataupun aturan administrasi yang akan
dijadikan alat atau parameter bagi pemerintah daerah setempat untuk
menindaklanjuti kerjasama tersebut dalam kerangka persiapan daerah tersebut
sebagai bagian dari KEK.
Analisa
FTZ sebagai bagian KEK atau KEK sebagai
bagian FTZ.
Jauh sebelum gaung KEK terdengar, sebenarnya
cikal bakal KEK sudah ada dengan diundangkannya UU No 36 Tahun 2000 tentang Penetapan
Perppu No 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Menjadi Undang-Undang. UU No 36 Tahun 2000 kemudian diubah dengan UU No 44
Tahun 2007 tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang. Di antara kedua UU tersebut
ada 2 nuansa yang berbeda, bila di UU No 36 Tahun 2000, khususnya pada Pasal 4
Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas merupakan wilayah hukum Negara Kesatuan
RI yang pembentukkannya dengan Undang-Undang, maka di UU No 44 Tahun 2007,
ketentuan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, cukup
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Jadi ada perbedaan prinsip, yaitu diatur
dengan UU diganti menjadi diatur dengan PP. Hal ini terjadi karena sebelum
Perppu diajukan ke DPR, pemerintah sudah mengundangkan PP No 46 Tahun 2007
tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, jo PP No 47 Tahun
2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan jo PP No 48
Tahun 2007 Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun. Jadi
pengajuan Perppu No 1 Tahun 2007 semacam justifikasi atas diundangkannya PP No
46 – 48 Tahun 2007.
Problematik FTZ vs KEK harus dilihat dari
kerangka perbandingan kawasan pengembangan perekonomian yang ada di dunia saat
ini. Untuk menggambarkan posisi kawasan tersebut dapat dilihat dalam tabel
1 di bawah ini, serta perbandingan konsep FTZ dan KEK menurut peraturan
perundang-undangan (Tabel 2)
Bila dilihat di antara tabel tersebut, maka
keberadaan pengaturan KEK dalam sistem hukum nasional ada sedikit
perbedaan dengan best practise yang ada di dunia ini. Perbedaan
mendasar yaitu tentang pengertian atau definisi dari KEK/SEZ, bila dalam
ketentuan best practices disebutkan Suatu wilayah yang luas tanpa pembatas
yang jelas (pagar) yang di dalamnya terdapat wilayah-wilayah tertentu untuk
kegiatan perekonomian, berbeda dengan pengertian yang diatur dalam draft
RUU KEK Pasal 1 angka 1, yaitu Kawasan dengan batas-batas tertentu dalam
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk
menyelenggarakan fungsi-fungsi perekonomian yang bersifat khusus dan memperoleh
fasilitas tertentu.
Problematik apakah FTZ bagian dari KEK atau
sebaliknya masih tampak dari sejumlah berita atau diskusi tentang kedua hal
tersebut. Masing-masing pihak berpandangan menurut pengertian sendiri tanpa
melihat literatur yang berhubungan dengan FTZ dan KEK tersebut. Bila kedua hal
ini didikotomikan, maka akan muncul pandangan sebagai berikut :
FTZ merupakan kawasan khusus yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Hal ini terbukti dengan diundangkannya UU No 44
Tahun 2007 jo UU No 36 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas jo PP No 46 – 48 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun.
Menurut model pengembangan perekonomian suatu
kawasan, maka SEZ/KEK terbagi atas : a) FTZ, b) Bonded Zone, c) Export
Processing Zone dan d) Kawasan Industri Terpadu. Dalam RUU KEK[8]
disebutkan bahwa KEK dapat dibentuk terdiri dari satu atau kombinasi dari : a)
Kawasan Pengolahan Eksport; b) Tempat Penimbunan Berikat; c) Kawasan Industri;
d) Kawasan Pengembangan Teknologi; e) Kawasan Jasa Keuangan; f) Kawasan Ekonomi
lainnya. Dalam RUU KEK[9],
suatu lokasi dapat diusulkan untuk menjadi KEK jika memenuhi kriteria dasar
sebagai berikut :
- Ada kesanggupan dari Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang bersangkutan untuk melaksanakan pengelolaan KEK;
- Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, ditetapkan sebagai kawasan budidaya dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;
- Terletak pada posisi yang strategis yaitu dekat dengan jalur perdagangan internasional atau berdekatan dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau pada wilayah potensi sumber daya unggulan;
- Telah tersedia dukungan infrastruktur dan kemungkinan pengembangannya;
- Tersedia lahan untuk pengembangan yang diusulkan;
- Memiliki batas yang jelas.
Selain pengertian atau definisi di atas, maka hal
terpenting yang menjadi nilai jual bagi kalangan investor adalah kemudahan atau
fasilitas yang diberikan oleh negara terhadap konsepsi KEK tersebut.
Fasilitas atau kemudahan merupakan faktor yang akan menarik kalangan investor,
misalnya kemudahan apa yang akan diterima oleh investor seperti adanya pelayanan
satu atap atau pelayanan satu pintu yang diberikan oleh badan pengelola atau
badan pengusahaan KEK dengan standar dunia (the world class services).
Melalui kemudahan ini diharapkan para investor hanya cukup datang ke badan
pengelola untuk mengurus segala izin yang berhubungan dengan kegiatan investasi
tersebut. Di sisi lain fasilitas atau insentif yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan kepada para investor, jadi ada semacam keistimewaan atau
perlakukan khusus di bidang tertentu yang berbeda di luar daerah KEK tersebut,
seperti adanya tax holiday untuk jangka waktu tertentu, penangguhan
atau pembebasan bea masuk termasuk di bidang perpajakan.
Dalam RUU KEK disebutkan bahwa UU akan memberikan
fasilitas tertentu dalam bentuk:
a. Fasilitas tertentu, antara lain :
- Perpajakan (Pasal 19);
- Kepabeanan (Pasal 20-21);
- Perdagangan (Pasal 22);
- Pertanahan (Pasal 24);
- Keimigrasian (Pasa 26); dan
- Ketenagakerjaan (Pasal 29- Pasal 31).
b. Fasilitas non fiskal (Pasal 25), berupa
kemudahan dan keringanan, antara lain :
- bidang perijinan usaha;
- kegiatan usaha;
- perbankan;
- permodalan;
- perindustrian;
- perdagangan;
- kepelabuhan, dan
- keamanan.
Terhadap fasilitas tertentu fasilitas non fiskal
di atas perlu disinkronisasi dan harmonisasikan dengan peraturan
perundang-undangan lainnya, sebab jangan sampai pengalaman UU No 25 Tahun 2007
khususnya tentang pertanahan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Akhirnya untuk membuat konsep KEK di Indonesia
berjalan mulus dan sesuai dengan standar dunia, pemerintah telah membentuk Tim
Nasional Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia (Timnas KEKI)
berdasarkan Surat Keputusan Menko Perekonomian No Kep-21/M.EKON/03/2006
tertanggal 24 Maret 2006. Timnas KEKI dalam laporan pendahuluan telah
menetapkan 12 kriteria untuk menjadikan kawasan sebagai kawasan ekonomi khusus,
yaitu :[10]
- KEKI harus diusulkan sendiri oleh pemda dan memperoleh komitmen kuat dari Pemda bersangkutan. Komitmen itu berupa kesediaan Pemda untuk menyerahkan pengelolaan kawasan yagn diusulkan kepada manajemen khusus;
- Kepastian kebijakan, meliputi dukungan aspek legal dalam pengembangan kegiatan ekonomi, baik kebijakan fiskal ataupun non fiskal;
- Merupakan pusat kegiatan wilayah yang memenuhi RTRW. Selain itu telah ditetapkan sebagai kawasan perindustrian atau oleh UU telah ditetapkan sebagai wilayah dengan perlakuan khusus;
- Tidak harus satu kesatuan wilayah, namun merupakan kawasan yang relatif telah berkembang dan memiliki keterkaitan dengan wilayah pengembangan lain;
- Sudah tersedia fasilitas infrastruktur pendukung;
- Tersedia lahan untuk industri minimal 10 hektar ditambah lahan untuk perluasannya;
- Tersedia tenaga kerja yang terlatih di sekitar lokasi;
- Lokasi harus memberikan dampak ekonomi yang signifikan;
- Lokasi tidak terlalu jauh dengan pelabuhan dan bandara internasional. Selain itu secara geopolitis wilayah KEKI bersaing dengan negara lain atau bisa menjadi komplementer dari sentra produksi di negara lain;
- Secara ekonomi strategis, dekat dengan lokasi pasar hasil produksi, tidak jauh dari sumber bahan baku atau pusat distribusi internasional;
- Tidak mengganggu daerah konservasi alam; dan
- Memiliki batas yang jelas baik batas alam maupun batas buatan, serta kawasan yang mudah dikontrol keamanannya, sehingga mencegah upaya penyelundupan.
TABEL 1
PERBANDINGAN KAWASAN PENGEMBANGAN
PEREKONOMIAN
No
|
PERIHAL
|
SPECIAL ECONOMI ZONE
|
FREE TRADE ZONE
|
BONDED Z0NE
|
INDUSTRIAL ZONE
|
1
|
Definisi
|
Suatu wilayah yang luas tanpa pembatas yang
jelas (pagar) yang di dalamnya terdapat wilayah-wilayah tertentu untuk
kegiatan perekonomian
|
Kawasan yang terisolasi dan
berlokasi dekat dengan pelabuhan laut dan bandara, dimana barang impor akan
dipindahkan, disimpan, dikemas ulang atau proses lainnya bebas dari pengenaan
bea masuk, PPN, PPnBM dan cukai.
|
Bangunan atau kawasan dengan batas-batas
tertentu yang didalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang
dan bahan, rancang bangun, rekayasa, penyortiran, pemeriksaan awal atau
akhir, pengepakan atas barang asal impor atau lokal yang hasilnya untuk
ekspor.
|
Kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang
dilengkapi dengan saraa dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan
dikelola oleh perusahaan kawasan industri.
|
2
|
Wilayah
|
Wilayah luas dan tidak terbatas
|
Wilayahnya tertentu dan terbatas.
|
Wilayahnya tertentu dan terbatas
|
Wilayahnya tertentu dan terbatas.
|
3.
|
Kelembagaan
|
|
|
|
1. BUMN;
2. Swasta yang berbadan hukum.
|
4.
|
Fasilitas
|
Di RRC, fasiltias kepabeanan diberikan dalam
bentuk pembebasan bea dan pajak perdagangan. Di bidang perpajakan PPh
korporasi 15%
Di India, fasiltias kepabeanan dalam bentuk
single windows clearance, tidak memerlukan izin usaha importir, post audit
system. Di bidang perpajakan diberikan tax holiday, 100% di 5 tahun pertama,
50% di 5 tahun berikutnya.
Di Filipina, fasilitas kepabeanan dalam bentuk
bebas pajak dan bea masuk. Di bidang perpajakan adanya fasilitas penangguhan
pajak untuk pembelian barang modal dan bibit dari dalam negeri serta PPH 5%
atas penghasilan kotor,
|
|
Penangguhan Bea Masuk tidak dipungut PPN, PPnBM
dan PPh Pasal 22
|
Tidak ada fasiltas fiskal
|
5.
|
Kegiatan
|
|
Kegiatan usaha di bidang perekonomian yang
meliputi industri, perdagangan, perhubungan, perbankan, asuransi,
telekomunikasi, promosi, maritim, perikanan dan bidang lain dalam rangka
kegiatan ekspor.
|
Industri yang berorientasi ekspor
|
Kegiatan industri pengolahan baik untuk ekspor
maupun pasar domestik.
|
6.
|
Prinsip dan Syarat
|
Ada Rencana Tata Ruang Wilayah
|
|
|
|
Sumber : diambil dari beberapa sumber dan
peraturan perundang-undangan dan dianalisis oleh penulis.
Tabel 2
Perbandingan KEK dan FTZ menurut
peraturan perundang-undangan
No
|
Perihal
|
UU No 44 Tahun 2007 Jo UU No 36 Tahun
2000
|
PP 46,47 dan 48 Tahun 2007
|
RUU KEK (draft 3 Januari 2008)
|
1
|
Definisi
|
Suatu kawasan yang berasda dalam wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang terpisah dari daerah pabean, sehingga bebas
dari pengenaan bea masuk, PPN dan PPnBM dan Cukai.
|
Tidak diatur secara tegas, karena mengacu
kepada UU No 36 Tahun 2000
|
Kawasan dengan batas-batas tertentu dalam
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk
menyelenggarakan fungsi-fungsi perekonomian yang bersifat khusus dan
memperoleh fasilitas tertentu
|
2
|
Wilayah
|
UU 36 Tahun 2000 :
Batas Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas ditetapkan dalam UU
UU No 44 Tahun 2007 :
Batas Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas ditetapkan dalam PP.
|
Wilayah FTZ Batam :
Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Setokok, Pulau
Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Baru
Wilayah FTZ Bintan :
Sebagian wilayah Kab Bintan serta seluruh
Kawasan Industri Galang Batang dan Maritim serta Pulau Lobam; Sebagian
wilayag Kota Tanjung Pinang yang meliputi Kawasan Industri Senggarang dan
Dompang Barat.
FTZ Karimun :
Sebagian wilayah Pulau Karimun dan seluruh
Pulau Karimun Anak.
|
Kawasan tertentu dengan batas tertentu
|
3
|
Kelembagaan
|
|
FTZ Batam :
Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam (paling lambat 31 Desember 2008, sebelum terbentuknya
Badan ini, dilakukan bersama antara Pemerintah Kota Batam dan Badan Otorita
Batam)
FTZ Bintan :
Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Bintan (paling lambat 20 Agustus 2008)
Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Karimun (paling lambat 20 Agustus 2008).
|
|
4
|
Fasilitas
|
Fasilitas bebas:
Pemasukan barang yang berhubungan dengan
kegiatan usahanya.
Pemasukan dan pengeluaran barang melalui bandar
udara dan pelabhan yang ditunjuk dan berada di bawah pengawasan pabean.
|
Fasiltias sama dengan UU No 36 Tahun 2000 jo UU
No 44 Tahun 2007
|
Fasilitas tertentu, antara lain :
1.Perpajakan;
2 Kepabeanan;
3. Pertanahan;
4. Keimigrasian; dan
5. Ketenagakerjaan.
Fasilitas non fiskal, berupa kemudahan dan
keringanan, antara lain :
|
5.
|
Kegiatan
|
|
FTZ BBK :
Sektor Perdagangan, maritim, industri,
perhubungan, perbankan, pariwisata dan bidang lainnya yang akan ditetapkan
dengan PP.
|
Kegiatan usaha di bidang :
|
6.
|
Prinsip dan Syarat
|
b. penyediaan dan pengembangan prasarana dan
sarana air dan sumber air; prasarana dan sarana perhubungan, termasuk
pelabuhan laut dan bandar udara; bangunan dan jaringan listrik; pos dan
telekomunikasi, serta prasarana dan sarana lainnya.
|
Prinsip dan syarata sama dengan UU No 36 Tahun
2000 jo UU No 44 Tahun 2007
|
|
Sumber : Peraturan perundang-undangan dan
dianalisis oleh penulis
Kesiapan daerah BBK dalam kegiatan KEK
Batam, Bintan dan Karimun sebagai proyek
percontohan KEK sebagaimana MOU antara Pemerintah RI dan Pemerintah Singapura
pada tanggal 25 Juni 2006 tetap terus dilanjutkan walaupun instrumen hukum yang
tegas belum diundangkan oleh pemerintah. Alasan utama pemerintah[11]
menetapkan BBK sebagai KEK karena kondisi infrastruktur yang sudah memadai,
besarnya jumlah investasi dalam dan luar negeri di kawasan itu dan lokasi
geografis yang strategis. Artinya daerah itu sudah siap untuk dikembangkan
sebagai KEKI dalam waktu singkat.
Bahkan kajian akademis[12]
tentang kesiapan Batam sebagai Kawasan Ekonomi Khusus telah diserahkan kepada
pemerintah sebagai bahan atau narasumber untuk kelak menjadikan Batam sebagai
KEK. Dalam laporan[13]
tersebut disebutkan bahwa untuk menjadikan Batam sebagai suatu kawasan dalam kategori
kelas dunia, maka Batam harus memberikan pelayanan kelas dunia, baik dalam
perijinan, perpajakan dan kepabeanan. Selain itu kawasan ini juga dapat
memberikan fasilitas keamanan dunia, memiliki infrastruktur kelas dunia, baik
untuk fasilitas jalan raya, pelabuhan, airport, transportasi, telekomunikasi,
listrik dan baik.
Walaupun MOU sdh ditandatangani dan sudah ada
kajian akademis tentang Batam sebagai proyek percontohan KEK, tetapi
pelaksanaannya masih terhambat terutama belum jelasnya insentif yang akan
diberikan kepada KEK BBK tersebut. Padahal pada saat penandatanganan MOU
tersebut, Presiden sudah menjanjikan akan memberikan fasilitas fiskal dan non
fiskal kepada calon investor. Adapun fasilitas yang akan dinikmati antara lain
di sektor perpajakan, investor yang berinvestasi di kawasan ini akan memperoleh
pembebasan pajak dalam jangka waktu minimal lima tahun dan diskon pajak untuk
jenis industri tertentu, di sisi bea dan cukai, barang yang keluar masuk
pelabuhan ke lokasi usaha atau sebaliknya akan dipermudah dengan pemeriksaan di
lokasi usaha, serta di bidang izin investasi akan diberikan oleh badan
pengusahaan kawasan dengan pola layanan satu atap di setiap lokasi.
Ketidak jelasan terhadap konsep KEK juga tejadi
untuk menentukan daerah di BBK yang akan dijadikan KEK, misalnya di Bintan dan
Karimun kawasan itu harus steril serta Badan Kawasan dan Badan Pengusahaannya
harus jelas, ungkap Bambang Susanto[14]
selaku Sekretaris Tim Nasional KEK Indonesia. Bintan dan Karimun akan
diperlakukan berbeda dengan Batam, sebab kedua kawasan ini akan dikembangkan
dengan sistem enclave, yakni ada beberapa kawasan ekonomi khusus yang
dikelilingi area non ekonomi khusus, sementara Batam berstatus KEK seluruhnya.
Bagi pemda BBK dengan ditunjuknya daerah mereka
sebagai proyek percontohan KEK, maka pemda diberikan keleluasaan atau diberi
ruang yang lebih luas di dalam mengelola hasil kesepakatan kerjasama ekonomi
tersebut, tetapi untuk merealisasikan terhadap kesempatan tersebut tidaklah
mudah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pemda untuk menindaklanjuti
kerjasama tersebut, antara lain :[15]
- Kesiapan aparatur di daerah dalam menyikapi masuknya investasi di daerah mereka.
- Kesiapan perangkat pendukung proses masuknya investasi; dan
- Kesiapan masyarakat yang bermukim di daerah tersebut dengan masuknya kegiatan investasi model Singapora dengan pola kerja seperti di Singapura.
Dipilihnya BBK sebagai KEK memberikan dorongan
positif pada pengembangan wilayah Provinsi Kepulauan Riau, akan tetapi di
sisi lain, provinsi-provonsi lain merasa iri hati dengan situasi
tersebut. Apalagi provinsi-provinsi lain tidak mempunyai kriteria lengkap
seperti yang terjadi pada KEK di BBK.[16]
Untuk itu hendaknya proyek percontohan BBK sebagai KEK harus didukung secara
maksimal oleh semua pihak, khususnya oleh pemerintah pusat, sedangkan keinginan
daerah lain untuk membentuk KEK di daerahnya harus dilakukan melalui kajian
yang cukup komprehensif, karena pembentukan suatu daerah sebagai KEK memerlukan
biaya yang cukup besar dan dampak sosial bagi masyarakat di daerah tersebut.
Jadi kalaupun ada keinginan pemerintah untuk membentuk 112 KEK sebagaimana diungkapkan
oleh Hermanto Dardak selaku Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen
Pekerjaan Umum[17],
perlu diperhatikan seksama sebab jangan sampai model pemekaran wilayah yang ada
saat ini dikembangkan oleh daerah dengan mengembangkan kawasan daerahnya
menjadi KEK
Akhirnya untuk menjadikan BBK sebagai KEK, maka
nantinya payung hukum atas eksistensi BBK sebagai KEK harus benar-benar diatur
secara komprehensif dalam RUU KEK mendatang. Jangan sampai pengalaman FTZ di
Batam dalam sistem hukum terulang kembali di KEK. Kekhawatiran ini wajar saja
mengingat pernyataan Menteri Perdagangan Mari Eka Pangestu[18]
yang mengatakan bahwa terkait dengan belum jelasnya peraturan bagi
invesotr yang berinvestasi di KEK, yang masih menuggu kesiapan instrumen atas
KEK tersebut. Kekhwatiran senada juga diungkapkan oleh Kepala Pusat Penelitian
Pengembangan Sistem Hukum Nasional Departemen Hukumdan HAM Neltje Saly[19]
yang mengatakan bahwa dua kendala besar yang harus dibenahi yaitu aspek
legalitas dan kualitas kelembagaan pemerintah.
Untuk menjadikan BBK sebagai kawasan khusus yang
bernama KEK, maka percepatan untuk membentuk RUU KEK harus segera dilakukan
sebab dengan sudah dijadikan BBK sebagai proyek percontohan, maka pendulum
penentu berhasil atau tidak berhasilnya program KEK ini berada kepada
pengaturan KEK dalam sistem hukum nasional, khususnya terbentuknya RUU KEK.
Apalagi RUU KEK sudah menjadi prioritas program legislasi nasional tahun 2008.
Maka sudah saatnya perbedaan kepentingan atas pelaksanaan KEK dapat diakhiri
dan semua pihak mau duduk bersama untuk mengatur kepentingan mereka dalam RUU,
sehingga dalam waktu yang tidak lama RUU KEK dapat segera dibahas di DPR-RI.
Penutup
UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah
diundangkan dan perlu ada tindak lanjut atau implementasi dari UU ini, termasuk
tindak lanjut dari pengaturan Bab XIV tentang Kawasan Ekonomi Khusus yang perlu
diatur kembali dalam suatu RUU KEK. RUU KEK sudah diprioritaskan menjadi salah
satu RUU dalam program legislasi nasional tahun 2008. Untuk itu RUU KEK perlu
segera mengatur segala permasalahan yang berhubungan dengan kawasan khusus di
bidang perekonomian. Sehingga perlu ada koordinasi antara instansi pemerintah
yang berkepentingan dengan kawasan ekonomi khusus tersebut, sehingga nantinya
tidak ada tumpang tindih pengaturan kepentingan instansi pemerintah tersebut
dalam kawasan ekonomi tersebut.
Walaupun saat ini daerah Batam, Bintan dan
Karimun sudah dijadikan proyek percontohan dalam KEK tersebut, maka kesiapan
pemerintah daerah dalam menerima kegiatan investasi di daerah tersebut perlu
diperhatikan seksama, terutama jangan sampai kepentingan daerah dikorbankan
dengan masuknya investor asing ke daerah tersebut. Untuk itu perlu ada
koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam menyiapkan
instrumen hukum dan sarana prasarana dalam rangka menunjang kegiatan investasi
di kawasan tersebut.
Salah satu hal yang berperan dalam kegiatan
investasi di daerah KEK adanya Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan KEK, untuk
itu kiranya perlu segera dipersiapkan sarana dan prasarana bagi terbentuknya
Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan KEK. Kalaupun saat ini sudah ada Otorita
Pengembangan Indusrri Pulau Batam, hendaknya Otorita Batam ini selayaknya
ditingkatkan menjadi Badan Pengusahaan KEK di Batam, sehingga perangkat keras
dan perangka lunak yang sudah ada selama ini dapat dilanjutkan. Terhadap
pemerintah daerah setempat yang wilayahnya menjadi bagian KEK, maka perlu ada
koordinasi yang tegas antara pemerintah daerah setempat dengan Dewan Kawasan
dan Badan Pengusahaan, sehingga jelas tugas pokok dan fungsi di antara
lembaga-lembaga tersebut.
Daftar Pustaka
Peraturan Perundang-undangan :
- Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
- --------, No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
- -------, No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
- -------, No 44 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU No 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2000 tentang Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
- Peraturan Pemerintah No 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
- -------, No 47 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan.
- -------, No 48 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun.
- Keputusan DPR-RI No 02/DPR-RI/II/2007 – 2008 tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2008.
- Draft RUU tentang Kawasan Ekonomi Khusus, edisi 3 Januari 2008.
Artikel Koran dan Majalah
- “Gagasan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus”, Business News No 7388/7-7-2006.
- “Kawasan Ekonomi Khusus”, Business News 7386/12-7-2006.
- “Indonesia Kembangkan 112 KEK” , Sinar Harapan 12 Juli 2006.
- “Tim Menetapkan 12 Syarat KEKI”, Kompas 5 Agustus 2006, jo “Urgensi Strategis Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia”, Business News 7401/16-8-2006.
- “KEKI : Pengistimewaan Daerah Tertentu”, Business News 7414/18-9-2006
- “Mendorong Investasi Melalui KEK”, Business News 7422/6-10-2006.
- “KEKI Belum Memiliki Payung Hukum”, Business News 7463/19-1-2007.
- “”Kawasan Khusus Hanya Retorika”, Media Indonesia 11 September 2007.
- “Tertundanya Insentif Bintan Karimun”, Kompas 1 April 2008
Bahan Makalah :
- CSIS, Mempersiapkan Batam Sebagai Kawasan Ekonomi Khusus”, Jakarta 27 Desember 2006.
- Santoso, Budi, “Tinjauan Dari Perspektif Departemen Perdagangan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Mendukung Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus”, Diskusi Internal dengan Tim Peneliti P3DI, Jakarta 4 April 2008.
µ
Peneliti Madya pada P3DI Setjen DPR-RI dan anggota tim ahli DPR dalam
pembahasan RUU Penanaman Modal dan staf pengajar (lector) pada Fakultas Hukum
Universitas Pelita Harapan, email rsh_bako@yahoo.com
[1]
“Gagasan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus”, Business News No 7388/17-7-2006,
hal 5.
[2]
Draft RUU yang menjadi analisis penulis adalah draft tertanggal 3 Januari 2008,
setelah tulisan dan analisis ini, mungkin saja draft ini akan mengalami beberapa
perubahan mendasar.
[3]
Lihat Keputusan DPR-RI No 02/DPR-RI/II/2007-2008 tentang Program Legislasi
Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2008.
[4]
Lihat risalah rapat tanggal 11 Juli 2006.