Nama : NURHADI
PEMBAHASAN
HUKUM DAN ETIKA BISNIS
Perusahaan bukan hanya perlu menjawab tantangan persaingan global dengan
strategi yang tepat tetapi juga sekaligus menjawab tantangan lingkungan.
Lingkungan perusahaan yang terus berubah, masyarakat yang semakin cerdas dan
kritis, alam yang juga memerlukan perhatian, menjadikan manajemen perusahaan
perlu membuat terobosan program- program yang selain etis juga strategis. Untuk
itu perlu diketahui pengertian ‘ etis ‘ dalam dunia bisnis.
Etika Bisnis (Business Ethics)
Tidaklah mudah mendefinisikan etika secara tepat. Secara umum etika adalah cara
yang mengatur perilaku orang atau sekelompok orang dalam masyarakat. Etika
(ethics ) adalah kode yang berisi prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral yang
mengatur perilaku orang atau kelompok terkait dengan apa yang benar atau salah
(Daft, 2007,201).
Dari definisi tersebut dapat dijabarkan bahwa etika berhubungan dengan nilai-
nilai internal perusahaan dan membentuk keputusan mengenai tanggung jawab
sosial yang berkaitan dengan lingkungan eksternal. Isu etika hadir dalam
sebuah situasi ketika tindakan yang dilakukan dalam sebuah organisasi dapat
menimbulkan manfaat atau kerugian bagi pihak lain.
Menurut Baron, yang dimaksud dengan etika bisnis adalah aplikasi dari prinsip
prinsip etika yang diterapkan sehubungan munculnya masalah masalah dalam
bisnis. Etika bisnis menrupakan penerapan prinsip-prinsip etika dalam
masalah-masalah yang muncul dalam pelaksanaan bisnis “Business ethics is the
application of ethics principles to issues that arise in the conduct of
business “ (Baron, 2003, 684).
Pelaksanaan manajemen hijau (green management) dapat dimunculkan karena adanya
isu kritis lingkungan yang perlu mendapatkan perhatian semua pihak termasuk
dunia industri. Sering kali pelaksanaannya dapat terhambat, karena manfaat
tidak dapat dirasakan secara langsung oleh perusahaan, atau bahkan dirasakan
tidak perlu.
Kepentingan Etika Dalam Bisnis
Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat penting saat ini?, Karena
untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi
serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi,
diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan
strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh
budaya perusahaan yang handal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara
konsisten dan konsekwen.
Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan selalu
menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang
karena : (1). Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan
terjadinya friksi baik internal perusahaan maupun dengan eksternal. (2). Akan
dapat meningkatkan motivasi pekerja. (3). Akan melindungi prinsip kebebasan
berniaga. (4). Akan meningkatkan keunggulan bersaing.
Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari
konsumen dan masyarakat sekitarnyan dan akan sangat kontra produktif, misalnya
melalui gerakan pemboikotan, larangan beredarnya produk, larangan beroperasi.
Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan.
Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya
perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi, terutama
apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yany tidak etis misalnya
diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang
berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh karena
itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan dan diperdayakan.
Memang benar. Kita tidak bisa berasumsi bahwa pasar atau dunia bisnis
dipenuhi oleh orang-orang jujur, orang-orang yang berhati mulia, orang-orang
bebas dari akal bulus, manipilasi dan kecurangan. Tetapi sungguh, tidak
ada gunanya berbisnis dengan mengabaikan etika dan aspek spiritual. Biarlah
pemerintah melakukan pengawasan, biarlah masyarakat memberikan penilaian,
dan sistem pasar (dan sistem Tuhan tentunya) akan bekerja dengan sendirinya.
Manajemen Hijau (Green Management)
Salah satu model pendekatan untuk mengevaluasi komitmen suatu perusahaan
terhadap tanggung jawab lingkungan adalah model nuansa hijau (Shades of green).
Perusahaan yang menggunakan pendekatan ini dapat dilihat komitmennya dengan
berbagai tingkatan kedalaman aktivitas yang dilakukannya. Berikut ini
pendekatan nuansa hijau dari Freeman yang membaginya menjadi empat tingkatan.
Hirarki pendekatan nuansa hijau : Pendekatan legal : perusahaan cukup melakukan
apa yang diperlukan untuk memenuhi ketentuan hukum. Pendekatan Pasar :
Perusahaan menyediakan produk yang bersahabat dengan lingkungan karena
pelanggan menginginkan produk semacam itu, bukan karena komitmen manajemen yang
kuat terhadap lingkungan. Pendekatan stakeholder :
Perusahaan berupaya merespons persoalan
lingkungan yang diajukan stakeholder.
Pendekatan aktivis : Perusahaan secara
aktif mencari cara untuk melakukan konservasi sumber daya di bumi.
Beberapa perusahaan yang menerapkan green management dalam usahanya untuk
melestarikan lingkungan global antara lain Samsung, Sharp, Sony, Toyota ,
Honda, Body Sho dan sebagainya. Mungkin masih banyak perusahaan yang melakukan
secara parsial, tetapi banyak pula yang telah menerapkan dalam hampir
keseluruhan aktivitasnya. Tentu saja komitmen pihak management diperlukan,
sehingga dapat menjadi suatu pedoman, pemandu, penuntun, pembimbing
“guide” atau panduan dalam mengambil keputusan dan merumuskan kebijakan
manajerial. Memasukkan konsep nuansa hijau dalam filosofi yang etis, merasuk
dalam budaya perusahaan tidaklah mudah, memerlukan waktu dan usaha. Ada lima
aspek penting yang perlu diperhatikan dalam green management seperti yang
dilakukan oleh perusahaan elektronik Samsung.
Manajemen hijau terdiri atas lima segmen utama yang membantu menyiapkan
lingkungan global meliputi : manajemen produk, manajemen tempat kerja,
manajemen proses, manajemen angkatan kerja, dan manajemen masyarakat
sekitarnya. (Green Management consists of five major segments that helping to
preserve the global environment : The greening of management, the greening of
products, the greening of process, the greening of workplaces, the greening of
communities). (Samsung, 2008) Kesadaran perusahaan bahwa keberhasilan
perusahaan adalah berkat masyarakat, maka perusahaan perlu memperhatikan
kebersamaannya dengan masyarakat dan lingkungan untuk dapat mempertahankan
kelestariannya. Kontribusi perusahaan menyelamatkan lingkungan alam beserta
isinya dapat dimulai dengan pendekatan nuansa hijau melalui aspek manajemen,
produk, proses, tempat kerja, angkatan kerja dan masyarakat sekitarnya.
Penghijauan manajemen (The greening of management), pada aspek ini pihak
manajemen harus membuat kebijakan, menentukan target jangka menengah, jangka
panjang atau target spesifik dibidang masing-masing dan menentukan visi dan
misi perusahaan secara keseluruhan. Perusahaan dapat pula mengadopsi praktek
praktek etis yang berkaitan dengan lingkungan, yang dapat membantu pembuatan
program perusahaan agar dapat terus menerus berkembang. Dalam struktur
organisasi dapat pula dibentuk komite environment committe atau
individu/spesialis yang bertanggung jawab.
Penghiajauan produk (The greening of products), jika ingin memperkuat
posisi diri dan mapan sebagai perusahaan global, maka salah satunya adalah
harus terlibat dalam keragaman aktivitas yang didasarkan pada strategi “product
environment“. Perusahaan perlu mengembangkan produk produk ramah lingkungan,
produk yang bisa didaur ulang, dan menciptakan citra perusahaan yang produknya
“ teman sekitar environment friendl “ mulai bahan bakunya sampai tahap akhir
dari proses produknya.
Mempertimbangkan rasio penggunaan bahan organik terhadap bahan sintetik serta
rasio penggunaan sumber daya natural dan buatan. Memperhatikan penggunaan
sumber daya dan penggantian/pengadaan kembali sumber daya, merancang produk
yang sustainable, dan sebagainya.
Penghijauan proses (The greening of proces), perusahaan perlu usaha nyata untuk
mengurangi penggunaan bahan yang menyebabkan pemanasan global, mengurangi
konsumsi sumber daya terutama sumber daya natural. Usaha keras dalam
mengendalikan energi dengan mengembangkan tehnologi alternative dan mengurangi
energi.
Penghijauan tempat kerja (The greening of workplaces), lingkungan kerja yang
bersih, pengendalian polusi, tempat pembuangan limbah yang benar, serta memiliki
pengelolaan dan fasilitas daur ulang.
Penghijauan masyarakat (The greening of communities), bekerja sama denga
masyarakat sekitar, dengan memberikan edukasi pentingnya pelestarian lingkungan
dan bantuan. Peran perusahaan dalam kaitannya dengan para stakeholder, misalnya
menjaga hubungan baik dengan para pemasok yang mempunyai komitmen pada
lingkungan. Selain itu ada pula yang menambahkan: tenaga kerja The greening of
workforce, kebijakan dan prosedur dalam menarik tenaga kerja, dengan memberikan
pelatiahan, pendidikan, dan pemahaman budaya yang berkaitan dengan nuansa hijau
perusahaan.
Beberapa cara untuk mengukur green management yang telah ada antara lain
melalui sertifikat yang disebut dengan sistem manajemen lingkungan environmental
management systems - ISO 14001, penilaian aktivitas siklus hidup, waste
disposal measures. Menurut Nogareda dan Ziegler, ukuran ukuran dari green
management mempunyai pengaruh positif pada inovasi produk atau proses yang
ramah lingkungan dimasa datang. “ Ziegler and Rennings (2004) and Rehfeld et
al. (2006), find that green management measures such as certified Environmental
Management Systems, life-cycle assessment activities, or waste disposal
measures have a positive effect on future environmental product or process
innovations. “ (Nogareda & Ziegler, 2006). Dari penelitian yang telah
dilakukan oleh Nogareda, berarti perusahaan yang melakukan Green Management
cenderung tingkat inovasi produknya dan juga inovasi dalam proses produksinya
tinggi. Mereka berusaha terus menerus mencari inovasi baru yang ramah
lingkungan sesuai dengan strategi dan komitmen yang mereka pilih.
Kerangka kerja dan pola pikir untuk menjadikan perusahaan bernuansa hijau,
perlu melibatkan prinsip-prinsip tersebut pada lintas elemen dalam perusahaan.
Keseluruhan usaha tersebut dapat menjadi gambaran dari suatu perubahan mendasar
dalam strategi suatu perusahaan. Perubahan tersebut dapat secara bertahap,
tetapi mampu dan dapat dilakukan oleh perusahaan.
Etika Bisnis vs Strategi (Bussiness
Ethics vs Strategy)
Masalah lingkungan telah menjadi topik hangat di kalangan pimpinan bisnis serta
manajer dan organisasi diseluruh industri. Perhatian terhadap lingkungan telah
menjadi bagian integral dari strategi organisasi di berbagai perusahaan.
Misalnya dengan merubah kebijakan mengurangi emisi, dimana evaluasi tiap unit
atau departemen tidak hanya berdasarkan hasil keuangan tetapi juga seberapa
baik mereka mengurangi emisi, dan berbagai bentuk kebijakan lainnya. Contoh
perilaku perusahaan dalam etika bisnis berhubungan erat dengan isu tanggung
jawab sosial perusahaan corporate social responsibility (CSR). Konsep tanggung
jawab sosial perusahaan, cukup sulit didefinisikan. Bagi sebagian perusahaan
berisi komitmen moral untuk mendistribusikan kekayaan perusahaan dari pemegang
saham pada pihak lain. Bagi perusahaan lain corporate social responsibility
merupakan alat komunikasi yang hanya bersifat retorika dengan stakeholder
external yang sedang “ fashionable “ saat ini. Bagi perusahaan lain mungkin
merupakan suatu cara yang tidak terlalu kentara untuk menuju maksimalisasi
keuntungan atau laba. Yang perlu diperhatikan adalah penggunaan corporate
social responsibility secara strategis untuk meningkatkan keuntungan atau laba
harus dibedakan dengan corporate social responsibility yang dilakukakan karena
berdasarkan moral.
Menurut Baron secara umum gerakan corporate social responsibility ada
tiga motif. “The motive for strategic Corporate Social Responsibility is
to increase the profits of the firm in the absence of an external threat. A
Second motive for CSR is to reduce threats to the firm from its non market
environment, as from activists and governments. The third motive is moral, the
firm voluntarily respond to the needs of others without a compensating profit.
“ ( Baron, 2003, 658 ).
Perusahaan dalam melaksanakan corporate social responsibility dapat saja karena
mempunyai motif untuk meningkatkan keuntungan. Motif yang pertama meningkatkan
perolehan keuntungan dengan meniadakan ancaman, motif kedua, perusahaan
melaksanakan corporate social responsibility, karena untuk mengurangi ancaman
atau tekanan dari pemerintah atau aktivis lembaga sosial masyarakat (LSM), dan
motif yang ketiga adalah karena kesadaran moral, tanpa pamrih untuk mendapatkan
keuntungan finansial, perusahaan secara sadar merespon kebutuhan akan
pentingnya perhatian pada lingkungan.
Dari ketiga motif tersebut, dapat diketahui bahwa gerakan yang dilakukan
perusahaan sebenarnya apakah besifat strategis ataukah etis. Dari model
pendekatan nuansa hijau dalam green manajemen, contoh pada level pendekatan
aktivis, maka dapat dikatakan perusahaan sudah melakukan aktivitas bisnis
secara etis, dengan motivasi moral, menyelamatkan lingkungan. Walaupun pihak
manajemen sadar bahwa aktivitas yang dilakukannya mengeluarkan biaya besar,
tetapi belum tentu mendatangkan keuntungan jangka pendek, tetapi sebenarnya
secara strategis dapat memberikan keuntungan jangka panjang.
Memang sering kali sesuatu yang bersifat etis, sering kali tidak strategis bagi
perusahaan, dan sebaliknya sesuatu yang strategis sering kali tidak etis bagi
pihak lain. Berikut ini gambaran bagaimana pendekatan green management yang
dapat bersifat etis tetapi sekaligus juga etis, bagi tercapainya tujuan
perusahaan jangka panjang kelestarian.
Perusahaan yang mendasari kebijakan aktivitasnya berbasiskan pada green
manajemen akan menjadi perusahaan yang sustainable atau lestari secara utuh. Hal
ini karena perusahaan memiliki diferensiasi dan mau tidak mau harus
melakukan inovasi secara terus menerus dan berkelanjutan sehingga mampu
bersaing berbasis pada Resource base view (RBV) dengan pesaingnya, oleh karena
demikian maka secara strategis sangat berarti bagi keberlanjutan perusahaan.
Disisi lain juga memperhatikan lingkungan, yang merupakan aspek etis dalam
aktivitas bisnisnya, karena pihak manajemen tidak semata-mata hanya
memperhatikan aspek finansialnya saja, tetapi aktivitas perusahaan melalui
Green management dapat memberi nilai tambah bagi perusahaan.
Keuntungan Persaingan (Competitive
advantage)
Keunggulan bersaing dari Porter sudah begitu popular dalam dunia bisnis.
Pengertian keunggulan bersaing (competitive advantage) menurut Kuncoro adalah:
“Suatu perusahaan dikatakan memiliki
keunggulan kompetitif (competitive advantage) ketika perusahaan tersebut
mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki pesaing, melakukan sesuatu lebih baik
dari perusahaan lain, atau mampu melakukan sesuatu yang tidak mampu dilakukan
oleh perusahaan lain. Dengan demikian bahwa keunggulan kompetitif menjadi
sesuatu kebutuhan penting bagi sukses jangka panjang dan kelangsungan hidup
perusahaan.” (Kuncoro, 2006).
Perusahaan yang melaksanakan green management, sebenarnya telah memiliki
keunggulan bersaing, karena perusahaan harus melakukan inovasi, mengeksplotasi
kemampuan internalnya untuk melakukan sesuatu yang berbeda yang tidak mampu
dilakukan pesaingnya. Contoh perusahaan mobil yang mencoba melakukannya adalah
toyota dan honda yang saling bersaing mencoba mobil hibyrd yang ramah
lingkungan.
Perusahaan perusahaan tersubut berusaha memperoleh keunggulan kompetitif
melalui isu lingkungan sebagai kebutuhan penting untuk sukses jangka panjang
atau kelestariannya. Perusahaan yang melaksanakan aktivitasnya berdasarkan
konsep agar memperoleh kelestarian atau “ sustainable “ dikemudian hari,
umumnya perusahaan tersebut memperoleh nilai dari para stakeholdernya, sekligus
memberi kontribusi pada lingkungan dan sosialnya.
Berdasarkan pada pandangan resource-based view (RBV), perusahaan perlu
mengeksploitasi kemampuannya untuk dapat bersaing, melalui green management,
perusahaan dapat melakukan inovasi melalui seluruh aktivitasnya agar dapat
mendapatkan keunggulan bersaing. Penemuan produk- produk baru yang ramah
lingkungan misalnya dapat menjadi suatu yang berbeda atau differensiasi bagi
perusahaan sekaligus etis dari sisi etika bisnis, tanpa harus bersaing langsung
dengan pesaing sejenis lainnya. Hal ini sejalan dengan apa yang ditulis oleh
Baron : “ In the market environment one generic strategy is differentiation,
where a firm attemps to position its products and services in a relatively
uncrowded segment of the market. In the non market environment some firms
attempt to differentiate them selves from other firms in their industry.
Starbucks has done so by its commitment to social responsibility. BP has
positioned itself as a green oil company. “ secara ( Baron, 2003, 34 )
Perusahaan Yang Lestari Seutuhnya
(Wholly Sustainable Enterprise).
Munculnya sustainability atau kelestarian perusahaan menjadi salah satu elemen
penting dalam strategi bisnis, dipicu oleh berbagai macam faktor, antara lain
pesaing, tehnologi, regulasi , harapan konsumen dan sebagainya. Perusahaan yang
menginginkan keberlanjutan perusahaannya tercapai harus berusaha untuk
meningkatkan kinerjanya baik keuangan, sosial, maupun lingkungan.
Perusahaan-perusahaan terkemuka mulai memacu peningkatan nilai
perusahaannya ataupun nilai stakeholdernya dengan memperluas definisi
menjadi perusahaan yang sustainable melalui gerakan bernuansa hijau.
Perusahaan tidak hanya berhasil dalam kinerja keuangan (financial) tetapi juga
kinerja sosial dan lingkungan (non financial). Perusahaan berharap dengan
melakukan hal tersebut dapat memberikan hasil yang positif bagi kehidupannya.
Perusahaan yang dapat mencapai kelestarian secara utuh adalah perusahaan yang
menggerakkan aktivitasnya secara terus menerus untuk meningkatkan nilai melalui
penerapan praktek bisnis yang dapat menunjang kelestariannya. Dalam keseluruhan
dasar dari kegiatan perusahaan mulai dari produk dan jasa, angkatan kerja,
fungsi/proses produksi maupun manajemen / tata kelola perusahaan melaksanakan
komitmen menuju perusahaan yang lestari.
Banyak perusahaan yang menetapkan bidang spesifik agar perusahaan dapat
berkesinambungan hidupnya, tetapi sangat sedikit yang menetapkan suatu strategi
yang luas untuk mencapai peningkatan kinerja sosial dan lingkungannya. Melalui
peningkatan kinerja sosial dan lingkungan perusahaan dapat melakukan investasi
saat ini, dan mendapatkan sustainability dimasa yang akan datang. Dengan
memosisikan sebagai ‘ green company dapat memberi kesan perusahaan melakukan
evolusi terus menerus, berkelanjutan dan bertanggung jawab untuk masa depannya.
Mungkin dengan mengedepankan kelestariannya, dapat saja mengurangi laba jangka
pendeknya. Namun perusahaan perlu memperhatikan juga keberlangsungan hidupnya,
dengan menyeimbangkan kepentingan internal atau laba dan juga eksternal atau
sosial.
Menjadi perusahaan yang sustainable seutuhnya merupakan perjalanan yang
memerlukan waktu panjang. Tiap perusahaan memandang dan mencapainya dengan cara
yang tidak sama, dengan alasan yang berbeda bahkan sering tanpa memiliki
gambaran yang jelas. Walaupun demikian, jelas bahwa sekecil apapun suatu usaha
lebih baik dari pada tidak melakukan sama sekali.
Penyimpangan Etika Bisnis
Etika bisnis tidak terbatas hanya mengetengahkan kaidah-kaidah berbisnis yang
baik (standar moral) dalam pengertian transaksi jual beli produk saja. Etika
juga menyangkut kaidah yang terkait dengan hubungan manajemen dan karyawan. Apa
karakteristik yang lebih rinci dari masalah deviasi etika bisnis seperti itu di
dalam perusahaan?. Yang paling nyata terlihat adalah terjadinya konflik atasan
dan bawahan. Hal ini timbul antara lain akibat ketidakadilan dalam penilaian
kinerja, manajemen karir, manajemen kompensasi, dan sistem pengawasan dan
pengembangan sumber daya manusia yang diskriminatif.
Semakin diskriminatif perlakuan manajemen terhadap karyawannya semakin jauh
perusahaan menerapkan etika bisnis yang sebenarnya. Pada gilirannya akan
menggangu proses dan kinerja bisnis perusahaan. Namun dalam prakteknya
pembatasan sesuatu keputusan manajemen itu etis atau tidak selalu menjadi
konflik baru. Hal ini karena lemahnya pemahaman tentang apa itu yang disebut
etika bisnis, masalah etika, dan lingkup serta pendekatan pemecahannya.
Wujud dari masalah etika bisnis dapat dicirikan oleh adanya faktor-faktor: (1).
berkaitan dengan hati nurani, standar moral, atau nilai terdalam dari manusia,
(2). karena masalahnya rumit, maka cenderung akan timbul perbedaan persepsi
tentang sesuatu yang buruk atau tidak buruk; membahagiakan atau menjengkelkan,
(3). menghadapi pilihan yang serba salah, contoh kasus kandungan formalin dalam
produk makanan; pilihannya kalau mau dapat untung maka biarkan saja tetapi
harus siap dengan citra buruk atau menarik produk dari pasar namun bakal
merugi, dan (4). kemajemukan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan; misalnya
apakah perusahaan perlu menggunakan teknologi padat modal namun dilakukan putus
hubungan kerja (PHK).
Bentuk akibat penyimpangan etika bisnis internal perusahaan terjadinya
ketegangan diametris hubungan atasan dengan bawahan, karena ketimpangan
dalam proses penilaian kinerja, standar penilaian, dan perbedaan persepsi
atasan-bawahan tentang hasil penilaian kinerja.
Selain itu ukuran atau standar tentang karir sering tidak jelas. Dalam hal ini
pihak manajemen memberlakukan tindakan yang tidak adil. Mereka menetapkan nilai
sikap, gaya hubungan kepada atasan, dan loyalitas kepatuhan kepada atasan yang
tinggi lebih besar ketimbang nilai kinerja faktual karyawannya. Kasus lain
adalah diterapkannya model nepotisme dalam penseleksian karyawan baru.
Pertimbangan-pertimbangan rasional diabaikan. Termasuk dalam proses rekrutmen
internal. Jelas saja mereka yang potensial tersisihkan. Pada gilirannya akan
terjadi kekecewaan karyawan yang unggul dan kemudian keluar dari perusahaan.
Dari contoh kasus tersebut maka tampak pihak perusahaan lebih mengutamakan
kepentingan meraih keuntungan ketimbangan menciptakan kepentingan karyawan
secara adil. Untuk memperkecil terjadi penyimpangan penerapan etika bisnis maka
perusahaan perlu (a). mengenali respon orang terhadap suatu masalah ketika
dihadapkan pada sesuatu yang dilematis dan ketidak konsistenan, dan (b).
melihat etika bisnis dari resiko yang dihadapi seseorang apakah dengan
keputusan personal ataukah keputusan sebagian besar orang lain ataukah
pertimbangan keputusan berbasis kepentingan perusahaan yang lebih besar secara
keseluruhan.
Etika Bisnis, Membangun Kepedulian dalam
Perusahaan dan Masyarakat
Saat ini, mungkin ada sebagian masyarakat yang belum mengenali apa itu etika
dalam berbisnis. Bisa jadi masyarakat beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu
menggunakan etika, karena urusan etika hanya berlaku di masyarakat yang
memiliki kultur budaya yang kuat atau etika hanya menjadi wilayah pribadi
seseorang. Tetapi pada kenyataannya etika tetap saja masih berlaku dan banyak
diterapkan di masyarakat itu sendiri. Bagaimana dengan di lingkungan
perusahaan?. Perusahaan juga sebuah organisasi yang memiliki struktur yang
cukup jelas dalam pengelolaannya. Ada banyak interaksi antar pribadi maupun
institusi yang terlibat di dalamnya. Kecenderungan untuk terjadinya konflik dan
terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen
ataupun personal dalam setiap team maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan
sekitarnya. Untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan,
demi kepentingan dan keberlangsungan hidup perusahaan.
Namun apakah etika itu sendiri dapat teraplikasi dan dirasakan oleh pihak-pihak
yang wajib mendapatkannya?. Pada prakteknya banyak perusahaan yang
mengesampingkan etika demi tercapainya keuntungan yang berlipat ganda. Lebih mengedepankan
kepentingan-kepentingan tertentu, sehingga menggeser prioritas perusahaan dalam
membangun kepedulian di masyarakat. Kecenderungan itu memunculkan manipulasi
dan penyelewengan untuk lebih mengarah pada tercapainya kepentingan perusahaan.
Praktek penyimpangan ini terjadi tidak hanya di perusahaan di Indonesia, namun
terjadi pula kasus-kasus penting di luar negeri.
Contoh kasus di dalam negeri, kita di ingatkan oleh Freeport dengan perusakan
lingkungan. Masyarakat dengan mata kepala sendiri menyaksikan tanah airnya
dikeruk habis. Sehingga dampak dari hadirnya Freeport mendekatkan masyarakat
dari keterbelakangan. Kalaupun masyarakat menerima ganti rugi, itu hanyalah
peredam sesaat, karena yang terjadi justru masyarakat tidak banyak belajar dari
usahanya sendiri. Masyarakat terlena dengan ganti rugi tiap tahunnya, padahal
dampak jangka panjangnya sungguh luar biasa. Masyarakat akan semakin terpuruk
dari segi mental dan kebudayaannya akan terkikis. Juga dalam beberapa tahun
ini, tentunya kita masih disegarkan oleh kasus lumpur Lapindo, bank centuri dan
citi bank.
Kita tahu berapa hektar tanah yang terendam lumpur, sehingga membuat masyarakat
harus meninggalkan rumahnya dan berapa uang nasabah raib begitu saja tanpa di
selesaikan. Mungkin bisa jadi ada unsur kesengajaan di- dalamnya. Demi
peningkatan profit yang tinggi, ada hal yang perlu dikorbankan, tentunya tidak
lain adalah masyarakat. Kita juga masih ingat akan kasus Teluk Buyat yang
menyebabkan tercemarnya lingkungan. Yang cukup menghebohkan mungkin kasus
Marsinah, seorang buruh yang memperjuangkan hak-haknya, tetapi mengalami
peristiwa tragis yang membuat nyawanya melayang.
Semua itu terjadi karena tidak diterapkannya etika dalam berbisnis. Di dalam
etika itu sendiri terkandung penghargaan, penghormatan, tanggungjawab moral dan
sosial terhadap manusia dan alam. Kalau kita melihat lebih jauh tentunya ada
dua kepentingan, baik dari perusahaan dan masyarakat yang perlu diselaraskan.
Di dalamnya terkandung juga hak dan kewajiban yang harus terpenuhi. Coba kita
renungkan, bukankah tidak diterapkannya etika dalam berbisnis justru akan
menjadi bumerang bagi perusahaan?. Mungkin akan banyak biaya yang dikeluarkan
untuk menyelesaikan kasus serta citra perusahaan di masyarakat luas semakin
miring. Hal ini justru akan sangat merugikan perusahaan.
Belum lagi kasus yang terjadi di luar negeri antara lain tenaga kerja
indonesia di arab saudi, malasyia, dan kasus asuransi prudential di
Amerika. Belum lagi skandal Enron ,Tycon, Worldcom. Banyaknya kasus yang
terjadi membuat masyarakat berpikir dan mulai menerapkan etika dalam berbisnis.
Apalagi sekarang masyarakat mulai membicarakan corporate social responsibility
(CSR) merupakan program yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan
undang-undang pasal 74 perseroan terbatas. Tentunya dengan
adanya undang-undang ini, industri maupun korporasi wajib melaksanakannya,
tetapi kewajiban ini bukan merupakan beban yang memberatkan. Salah satu contoh
yaitu komitmen goodyear dalam membangun masyarakat madani, ekonomi, pendidikan,
kesehatan jasmani, juga kesehatan sosial.
Kepedulian ini sebagai wujud nyata peran serta perusahaan di tengah masyarakat
dan perlu di ingat bahwa pembangunan suatu negara bukan hanya tanggungjawab
pemerintah dan industri saja tetapi setiap insan manusia berperan untuk
mewujudkan kesejahteraan sosial dan kualitas hidup masyarakat.
0 komentar:
Post a Comment