Contoh Artikel
masalah Hukum Bisnis (1)
Perjanjian Kerjasama Pengelolaan
Kawasan Baksil Tidak Transparan
Selasa, 07/06/2011 - 03:39
BANDUNG, (PRLM).- Belum ada kejelasan detail perjanjian kerja sama
antara Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dengan PT Esa Gemilang Indah (EGI)
dalam pengelolaan 3,8 hektare kawasan hutan kota Babakan Siliwangi, terutama
terkait besaran kompensasi yang disepakati. Tak ada pejabat Pemkot yang mau
membeberkan besaran Rupiah dalam kesepakatan tersebut.
Kepala Bagian Hukum dan HAM Pemerintah Kota Bandung Eric M. Atthauriq
mengaku tidak hafal berapa besaran kompensasi yang disepakati kedua belah pihak
dalam perjanjian tersebut. "Detail jumlah besaran Rupiah ada di nota
kesepahaman tersebut. Tapi maaf, saya tidak hafal. Hanya, yang pasti setiap
tahun PT EGI diwajibkan membayar kompensasi ke Pemkot. Besarannya berapa saya
juga tidak hafal," ujarnya saat dihubungi, Senin (7/6).
Menurut Eric, yang jelas diatur dalam perjanjian kerjasama yang dimulai
pada 2007 tersebut adalah luasan lahan 3,8 hektare dan lama perjanjian kerja
sama hingga 20 tahun. Perjanjian juga menyebutkan, pembangunan hanya boleh
dilakukan di lokasi bekas terbangun, tanpa merambah kawasan hutan. Kira-kira
luasnya 7.000 meter persegi saja, terdiri dari 2.000 meter persegi untuk
bangunan utama dan 5.000 meter persegi untuk lahan parkir. Selain itu, ada
pasal yang memungkinkan peninjauan ulang atau bahkan pemutusan perjanjian jika
PT EGI terbukti melakukan pelanggaran.
Ketidaktransparanan besaran dana ini juga mengundang rasa ingin tahu
para anggota DPRD Kota Bandung. Pengungkapan detail nota kesepahaman menjadi
salah satu tujuan yang hendak mereka peroleh dalam rencana pemanggilan Pemkot
dan PT EGI pekan ini. "Dalam pemanggilan nanti, kami ingin memperoleh
keterangan yang sejelas-jelasnya terkait perjanjian kerja sama tersebut,"
ujar Ketua Komisi C DPRD Entang Suryaman.
Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung
Juniarso Ridwan mengungkapkan, ketiadaan aktivitas produktif di Baksil
dikarenakan belum adanya izin mendirikan bangunan (IMB) yang diajukan PT EGI.
IMB sendiri hanya mungkin dikeluarkan jika Perda Rancangan Tata Ruang Wilayah
(RTRW) telah disahkan. Padahal, hingga saat ini Perda ini masih dalam tahap
pembahasan di Dewan.
Menurut Juniarso, meski aturan umum membolehkan persentase kawasan
terbangun mencapai 20 persen, untuk kasus Baksil, persentase luas kawasan
terbangun hanya diperbolehkan maksimal 12 persen, atau sama dengan luasan bekas
terbangun sebelumnya. "Selain mengacu tapak lama, konsep bangunan harus
bernuansa tradisional serta mengakomodasi seni-budaya serta olahraga,"
tuturnya. (A-165/das)***
0 komentar:
Post a Comment