Kumpulan
Artikel - 109 - Energi Fuel Cell / Sel Bahan Bakar
Bahan Bakar Air, Kenapa Tidak?
Keputusan pemerintah menaikkan harga
bahan bakar minyak (BBM) sampai 28,7 persen membuat resah masyarakat, terutama
kalangan menengah ke bawah. Sebab, efek domino dari kenaikan harga BBM
tersebut, sangat luar biasa.
Walau ada bantuan langsung tunai
(BLT) Rp 300.000 untuk tiga bulan ke depan, tetap saja tak menyelesaikan
masalah. BLT malah dipelesetkan menjadi beban langsung terasa, dan itulah
kenyataan hidup yang dirasakan rakyat kecil.
Kenaikan harga BBM, mungkin tidak
menjadi beban berat bagi kalangan atas yang memiliki kendaraan banyak.
Sebaliknya, bagi masyarakat kecil dampaknya sangat buruk, termasuk naiknya
biaya transportasi kendaraan angkutan umum.
Masyarakat kecil yang memiliki motor
pun merasakan beban berat dengan kenaikan harga BBM tersebut. Namun, di tengah
keresahan itu, muncul sebuah harapan yang diharapkan bisa menjadi solusi baru
bagaimana menghemat BBM yang mahal, yakni dengan menggunakan air. Mungkinkah
BBM digantikan bahan bakar air (BBA)?
Joko Sutrisno warga Jl HOS
Cokroaminoto No 76 Yogyakarta, telah menemukan solusi mahalnya BBM itu dengan
hydrogen generator. Sebuah tabung elektrolizer plastik berisi air murni atau
aquades, dilengkapi dengan elektrodae (berbahan stainless stell) dan diode atau
reley (pada mobil), difungsikan sebagai pengubah molekul hidrogen menjadi
energi. Melalui proses elektrolisa pengatur tekanan menuju manifold (kran
plastik), sistem pembakaran mesin akan mendekati sempurna.
Alat itu bukan bertujuan membuat
irit bahan bakar, namun justru dijadikan bahan mengganti premium maupun solar.
Untuk ke depannya, Joko akan memaksimalkan penggunaan air atau sehingga motor
akan 100 persen melaju dengan tenaga hydro.
Bukan
Mimpi
Temuan Joko Sutrisno itu bukan
mimpi. Faktanya, setiap hari puluhan mobil dan motor antre di rumahnya, yang
minta agar alat sederhana ciptaannya dipasang pada kendaraan mereka. Harganya
pun tidak mahal, yakni Rp 75.000 untuk motor dan Rp 150.000 untuk mobil, dan
proses pemasangannya pun tak berbelit-belit, paling lama setengah jam.
Bahkan, Sutrisno sendiri mengaku telah
menggunakan alat itu pada mobil pribadinya selama dua tahun. "Saya uji
coba dengan mobil saya sendiri dan sudah berlangsung 2 tahun tanpa masalah,
meski dulu saya sering dikatai orang gila," katanya.
Aktivis Gerakan Masyarakat Cinta Air
(GMCA) V Kirjito Pr yang juga Romo Gereja Paroki Santa Maria Lourdes, Desa
Sumber, Kecamatan Dukun, Yogyakarta, juga mengakui karya Joko Sutrisno yang
juga umatnya itu. Kiranya perlu makin kita kenali bahwa pada dasarnya Air itu
amat "baik" pada kita. Lebih-lebih jika dalam hati dan pikiran kita
tidak ada sikap negatif terhadap Air. Karena Air itulah unsur pokok
kehidupan,'' kata Kirjito seperti dimuat situs GMCA ini.
Menurut Kirjito, pemanfaatan molekul
hidrogen melalui proses elektrolisa untuk meningkatkan pembakaran sangatlah
mudah. Dan hasilnya, pembakaran mendekati sempurna. Maka jika diaplikasikan
pada mobil atau motor tenaga meningkat drastis, suara mesin sangat halus, sisa
gas buangnya bersih dan irit bahan bakar.
Joko sendiri yang berjanji pada
bulan Desember 2008, penelitian lanjutannya akan selesai, yakni motor dapat
beroperasi 100 persen dengan air. Bagaimana dengan Anda?
Harapan
LIPI
Persoalan air menjadi bahan bakar
memang bukan hal yang baru. Menurut Kepala Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Dr Achiar Oemry, informasi tentang air
menjadi bahan bakar sudah lama ada di luar negeri seperti di Jepang dan India.
"Secara teori air menjadi bahan
bakar memang bisa diwujudkan dan dipertangungjawabkan. Yakni dengan mengurai
air menjadi hidrogen," ujar Achyar kepada SP di Jakarta Selasa (27/5).
Achiar Oemry mengatakan, air bisa
menggantikan fungsi BBM untuk menggerakkan kendaraan. Oemry menjelaskan, air
yang memiliki rumus kimia H2O mengandung dua unsur molekul, yakni hidrogen (H)
dan oksigen (O). Dengan menggunakan mekanisme pemisahan yang sangat sederhana,
molekul hydrogen dapat dipisahkan dari air yang kemudian digunakan sebagai
bahan bakar utama untuk menggerakkan kendaraan.
"Penggunaan bahan bakar
hidrogen bukanlah hal yang baru ditemukan. Penemuan itu sudah lama. Pesawat
ulang alik saja menggunakan bahan bakar ini," katanya.
Oemry yang juga Ketua Konsorsium
Fuel Cell Indonesia mengemukakan, sudah ada beberapa negara yang mengembangkan
teknologi yang ramah lingkungan ini, seperti Tiongkok dan Jepang. Bahkan kedua
negara tersebut, sudah melakukan ekspor kendaraan yang didesain menggunakan
bahan bakar hidrogen.
Mengomentari adanya temuan-temuan
masyarakat mengenai bahan bakar air akhir-akhir ini, Oemry mengaku, secara
pribadi mendukung hal tersebut meskipun LIPI belum melakukan pengujian terhadap
teknologi tersebut. Dia mengatakan, sebenarnya Indonesia sudah bisa mengubah
kebiasaan menggunakan BBM menjadi bahan bakar hydrogen.
"Teknologinya sudah ada.
Sekarang yang menjadi masalah adalah kebijakan politik pemerintah, mau tidak
mengembangkan teknologi pemanfaatan air menjadi bahan bakar kendaraan bermotor
ini," ujarnya.
Menurut Achyar, penelitian ke arah
bahan bakar air untuk menggantikan BBM ini masih kurang. Namun dia menilai,
penggunaan bahan bakar ramah lingkungan seperti air ini sangat tergantung dari
kehendak politik pemerintah.
Tetapi, tanpa dorongan pemerintah
pun, kini masyarakat tinggal memilih. Mau tetap menggunakan BBM yang mahal atau
memanfaatkan air tersebut yang irit, murah, dan ramah lingkungan
0 komentar:
Post a Comment