KEWIRA USAHAAN
Merintis
Usaha Batik Pekalongan Sejak Duduk di Bangku Kuliah
Eddywan yang menjadi mahasiswa Undip
sejak tahun 1978, mulai merintis usaha batik Pekalongan di kota Semarang pada
tahun 1980. Secara kebetulan Eddywan yang asli kelahiran Kota Batik Pekalongan
itu telah memiliki sedikit pengetahuan tentang bisnis batik yang diturunkan
dari orang tuanya yang juga bekerja di industri kerajinan batik.
Bagi sebagian orang, mungkin juga
bagi kebanyakan orang, menuntut ilmu sebagai mahasiswa di perguruan tinggi
membutuhkan konsentrasi penuh yang tidak bisa disambi dengan kegiatan lain yang
sama-sama membutuhkan konsentrasi pikiran dan perhatian. Apalagi jika kegiatan
sambilan tersebut turut menentukan kelangsungan studi di perguruan tinggi,
karena pemenuhan kebutuhan biaya kuliah yang sangat tergantung pada
keberhasilan dalam menjalankan bisnis sambilan itu. Tampaknya kondisi tersebut
tidak berlaku bagi H. Eddywan, seorang pengusaha batik asal Pekalongan yang
terbilang sukses dalam membangun bisnis batiknya. Usaha batik Pekalongan yang
digeluti Eddywan pun telah dirintis sejak ia masih duduk di bangku kuliah,
yaitu di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang.
Bagi Eddywan, menjadi mahasiswa
bukanlah halangan untuk merintis dan mengembangkan kegiatan usaha batik.
Lebihlebih perguruan tinggi tempat ia menuntut ilmu, bukanlah perguruan tinggi
kelas ecekecek, melainkan salah satu perguruan tinggi negeri terkemuka di
Indonesia. Sewaktu masih menjadi mahasiswa, Eddywan muda selalu memanfaatkan
setiap waktu luang yang dimilikinya untuk menjalankan bisnis batiknya.
Tentu saja kegiatan bisnis itu dilakoni Eddywan tanpa mengabaikan kewajibannya
dalam menuntut ilmu sebagai mahasiswa. Hal itu dibuktikan Eddywan dengan
diraihnya dua gelar sekaligus, yaitu gelar sarjana ekonomi dari Fakultas
Ekonomi Undip dan gelar sebagai juragan batik yang sukses.
Untuk menunjang kegiatan bisnis
batiknya, Eddywan sengaja memodifikasi ruang tamu rumah kontrakannya menjadi
semacam showroom untuk memajang berbagai produk batik yang menjadi barang
dagangannya. Untuk berbagai produk batiknya itu, Eddywan pun sudah berani
memasang merk Eddywan yang diambil dari namanya sendiri. Kegiatan bisnis batik
makin digarap lebih serius setelah Eddywan menamatkan kuliahnya dari Undip.
Langkah yang lebih serius lagi diambil Eddywan pada tahun 1990. Ketika itu
Eddywan memutuskan untuk memindahkan kegiatan usaha batiknya dari Semarang ke
kota kelahirannya, Pekalongan. Kepindahan Eddywan tersebut juga ditujukan untuk
mengembangkan lebih lanjut usaha batiknya itu. Di Pekalongan itulah Eddywan
kemudian mengembangkan desain-desain motif batik baru dengan menggunakan motif
tradisional sebagai motif dasar. Di kota kelahirannya itulah Eddywan
memperkenalkan merk baru untuk semua produk batiknya, yaitu Larissa yang
diambil dari nama anak keduanya. Merk dagang Larissa dan sejumlah desain motif
batiknya sejak tahun 2006 lalu sudah didaftarkan Eddywan ke Ditjen Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) di Jakarta.
Sejak kepindahannya ke Pekalongan,
usaha batik Eddywan terus berkembang dan semakin dikenal masyarakat konsumen
yang datang dari sekitar kota Pekalongan sendiri maupun kalangan konsumen yang
datang dari berbagai kota besar lainnya di Indonesia. Selain memproduksi batik
tulis, Eddywan juga memproduksi batik cap dan batik printing. Batik tulis yang
diproduksi bervariasi mulai dari batik halus yang proses pembuatannya bisa
memakan waktu sampai 3 bulan, sampai batik super halus (sarimbit) yang
pembuatannya bisa memakan waktu sampai 1 tahun. Batik printing biasanya
diproduksi dalam jumlah besar untuk memenuhi permintaan pembuatan pakaian
seragam.
Kain dasar yang dipergunakan untuk
memproduksi kain batik pun bervariasi mulai dari kain katun, rayon, rami sampai
kain sutera. Demikian juga jenis kain tenun yang dipakai sebagai kain dasar ada
yang berupa kain tenun yang dihasilkan oleh alat tenun mesin (ATM) ada juga
yang dihasilkan alat tenun bukan mesin (ATBM). Dia juga memiliki usaha konveksi
yang memproduksi pakaian jadi (garmen) yang terbuat dari bahan berupa kain
batik. Berbagai kain batik dan pakaian jadi produksi Eddywan dijual dengan
harga yang sangat bervariasi mulai dari Rp 25.000 per potong sampai Rp 5 juta
per potong. Kini usaha batik Larissa dan usaha konveksi milik Eddywan
mempekerjakan sekitar 60 orang karyawan.
Selama ini produk kain dan pakaian
jadi batik Larissa telah dipasarkan secara rutin ke berbagai kota besar di
tanah air seperti Yogyakarta, Solo dan Jakarta. Kain batik dan pakaian jadi
batik buatan Eddywan dipasok ke berbagai toko batik yang ada di kota-kota besar
itu. Sejumlah toko batik di kota-kota tersebut ada yang menggunakan merek
Larissa ada juga yang menggunakan merek milik toko itu sendiri.
Batik Larissa sendiri kini sudah
cukup dikenal di kalangan konsumen dari berbagai daerah. Setiap harinya
showroom batik Larissa di Pekalongan selalu saja dikunjungi para tamu dari luar
kota yang sengaja datang ke tempat itu untuk mencari model-model dan desain
batik terbaru. Apalagi pada saat hari Sabtu, Minggu dan hari libur lainnya
(tanggal merah), showroom batik Larissa selalu dipadati pengunjung. Eddywan
mengaku kunci sukses dari kegiatan usaha batiknya adalah karena selalu menjaga
kualitas produk disamping terus menerus melakukan inovasi untuk mengembangkan
kreasi produk dengan menciptakan desain-desain motif termutakhir. Dengan
inovasi dan kreasi tanpa henti itu, Eddywan mengaku motif batik Larissa selalu
berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan trend perkembangan pasar.
Disadur dari : Media Industri (No.1.2008) Departemen Perindustrian RI
Disadur dari : Media Industri (No.1.2008) Departemen Perindustrian RI
cerita yang sangat menginspirasi, menumbuhkan semangat pada pembaca,, terimakasih
ReplyDeleteAplikasi Kasir dan Stok Barang 2